Sabtu, 24 September 2011

(Cerbung) CATATAN TEPI PANTAI Part 1

Diposting oleh Icha Tisa di 06.30 0 komentar
                                             CATATAN TEPI PANTAI (Part 1)

Matahari hendak beranjak ke peraduannya ketika aku melangkahkan kaki keluar dari bus yang kutumpangi. Samar- samar ku dengar debur ombak di pantai, yang dulu pernah menjadi bagian dari kehidupanku. Ku lihat suasana pantai Pangandaran yang berbeda. Ketika terakhir kali aku datang ke sini untuk meminta doa restu orang tua sebelum keberangkatanku ke Inggris untuk melanjutkan kuliahku berbekal beasiswa yang sudah ku genggam.
Waktu terasa berputar begitu cepat bagiku. Dulu aku hanyalah anak nelayan miskin yang hidup kekurangan. Bermimpi menjadi seorang sarjana matematika. Mimpi yang dulu selalu menjadi bahan tertawaan teman-teman, ketika aku menceritakan keinginanku bersekolah di luar negeri. Wajar memang mereka menertawakan mimpiku, ayahku bukanlah saudagar ikan tapi hanya nelayan miskin. Bagi keluargaku mencari sesuap nasi saja rasanya sangat sulit bagai mencari berlian di tengah padang pasir. Untuk membantu kondisi ekonomi keluarga, ibuku mencoba berdagang kecil-kecilan menjual pernak-pernik khas daerah kami yang keuntungannya pun tak seberapa. Aku adalah anak ke dua dari emapt bersaudara. Kakak perempuanku sudah menikah dan tinggal bersama suaminya di kota lain. Melihat kondisi ekonomi keluargaku aku sungguh tak tega, hingga aku pun bekerja paruh waktu membantu para nelayan yang mau melaut untuk menarik perahunya, atau membantu nelayan yang pulang dari melaut. Memang hasilnya tak seberapa tapi cukup untuk bekal sekolahku. Aku memang tak mau menyusahkan orang tua.
Untuk urusan sekolah aku masih bisa dibilang beruntung karena pihak SMA tempatku bersekolah membebaskanku dari kewajiban administrasi dan terkadang aku mendapat uang hasil jerih payahku sendiri jika beruntung menjadi juara. Teman-teman sekelasku tahu aku berasal dari keluarga yang kurang secara finansial namun aku bersyukur mereka tak pernah mengucilkan ku, mereka justru memotivasiku untuk tidak putus sekolah. Namun harus ku akui aku tidak bisa sebebas teman-temanku yang kondisi finansial keluarganya baik. Masih terbayang dengan jelas di pelupuk mataku masa-masa SMA itu. Ketika bel pulang berbunyi, cepat-cepat ku kayuh sepeda tuaku pemberian dari seorang kenalan ayah. Seolah berkejaran dengan waktu aku langsung menuju ke tempat ibuku berjualan menggantikannya menjaga dagangan. Tak pernah terpikir dalam benakku untuk mengeluh walau hanya sesaat, karena aku sadar semua ini ayah ibu lakukan untuk membiayai kehidupan keluarga kami.
Tak terasa semua itu kini telah berlalu, tujuh tahun lamanya aku tak menginginjakkan kaki di bumi kelahiranku. Tujuh tahun pula aku tinggal di negeri orang, Inggris. Hal yang dulu hanya mimpi seorang anak pantai. Dunia memang terus berputar seperti roda, ya roda kehidpan di mana tak selamanya seseorang berada di atas dan tak selamanya pula seseorang berada di bawah. Roda itu berputar sesuai dengan usaha dan peruntungak kita yang telah di bawa sejak lahir.
Sejenak aku duduk di hamparan pasir panati melepas lelah seusai melakukan perjalanan jauh. Ku lihat sang mentari seolah mulai tenggelam bersamaan dengan datangnya sang bulan di cakrawala. Tapi entah mengapa , rasanya aku ingin diam sejenak di tepi panati, merenungi perjalanan hidupku yang berliku.
                                                *******
Flashback.
Pangandaran awal tahun 1998an.
“ To, Anto ke pantai yuk!” Andi berteriak memanggilku senja itu.
“ Tunggu sebentar Ndi, aku ganti baju dulu” sahutku dari dalam rumah.
“ Cepetan aku pengen lihat lagi matahari tenggelam” tiba-tiba terdengar sebuah suara lain selain suara Andi, ya aku kenal suara itu,suara Izul temanku yang bernama lengkap Zulkifli itu selalu terobsesi untuk menyeberangi hamparan lautan luas yang membentang indah dari daerah pantai tempat tinggal kami.
“ Lets go kita ke pantai.Lihat matahari tenggelam katamu.”  teriak ku dari dalam rumah sambil mengerling tanda canda ke arah Izul.
“ Kamu mah meni so make basa Inggris To, kawas ngarti bae .“ kata Maman dengan logat Sunda aslinya yang kental.
“ Ya ngerti  atuh, aku kan belajar bahasa Inggris. Aku ingin pergi ke Inggris suatu hari nanti, dan menuntut ilmu di sana.” kataku sambil tiduran di pasir dan memandangi langit senja yang cerah.
“ Wah, mimpimu tinggi banget To, ntar kalo gak nyampe terus kamu jatuh skait tau rasanya.” kata Andi padaku sambil tertawa –tawa.
“ Ya kan lebih baik bermimpi dari pada tidak sama sekali. Yang penting kita udah punya keinginan, usah berusaha semaksimal mungkin. Soal tercapai atau enggaknya ya kita serahkan saja pada Alloh SWT .“ sahutku pada mereka semua.
“ Tapi To aku gak ngerti sama cara mikirmu. Ibumu cuma pedagang kecil, bapakmu nelayan kayak bapakku yang SMP aja gak lulus kayak orangtuaku tapi pengetahuan sama cita-citamu melebihi anak pejabat. Kamu diajari sama siapa? Terinspirasi oleh siapa? Gak ngerti aku.” Kata Andi.
“ Nih menurut pendapat ahli filsafat Muhammad Anto” kataku sambil menunjuk pada diriku sendiri “ Jika orangtuamu bekerja sebagai nelayan maka anaknya harus bisa meningkatkan derajat orangtua dengan cara mempunyai pekerjaan yang lebih dari orangtuanya.” Kataku tanpa bermaksud menyombongkan diri.
“ Bagus juga filsafat hidupmu, To. Tapi, gimana cara kamu ngegapai mimpimu yang setinggi langit itu? Apalagi niatmu pengen kuliah.” Tanya Izul padaku, seolah meminta kepastian.
“ Kita gak boleh berhenti bermimpi selama harapan untuk menggapai mimpi itu masih ada, walaupun cuma 0,000001 %. Eits jangan cuma berani bermimpi tanpa berusaha mewujudkan mimpi itu jadi kenyataan. Hidup itu kan perjuangan jadi belajar,bekerja,berusaha,berdoa,ikhtiar itu wajib. Maslah kesampaian atau gaknya sih itu urusan Yang Maha Kuasa.” Sahutku sambil memandang ke laut bebas. Membayangkan segala sesuatu tentang masa depanku. Keinginanku untuk kuliah di ibukota Propinsi Jawa Barat,Bandung. Suatu tempat yang hanya ku tahu namanya tanpa ku tahu wujudnya.
“ Emangnya kalian gak punya mimpi?” tanyaku cukup penasaran apalagi pada Maman yang sedari tadi hanya menjadi pendengar setia.
“ Punya atuh.” Sahut Maman yang sedari tadi hanya diam membisu. “ Apa?” tanya kami bertiga penasaran. “Aku ingin jadi seorang pengusaha yang cinta produk Indonesia” sahut Maman,dan mulai terlihat kobaran api semangat di matanya yang bulat besar itu. “Aku ingin menunjukkan pada semua orang, pada dunia bahwa produk Indonesia tak kalah kualitasnya dengan negara lain.” Wah emang harus diakui di antara anggota emapat sekawan, dialah yang paling cinta Indonesia. Apalagi budaya Indonesia. Ketika kami masih kelas 2 SMP, suatu hari bu guru kesenian menyuruh kami menyanyikan sebuah lagu. Bebas mau lagu apa pun juga. Dan yang mengejutkan hanya Maman yang menyanyikan lagu daerah Sunda,waktu itu lagu yang dinyanyikannya adalah Karatagan Pahlawan. Suaranya memang biasa saja bahkan terkadang fals,tapi semangat untuk menyanyikan lagu itu sepenuh hati mengalahkan suaranya yang fals itu. Ketika guruku menanyakan alasannya memilih lagu itu ternyata sederhana saja yaitu kecintaannya pada budaya Sunda.
Entah kenapa saat itu kami semua hanya terdiam dan memandang ke arah laut lepas seolah tak satu katapun yang bisa terucap. Izul yang biasanya pandai membuat kami semua tertawa pun kini hanya tiduran di atas hamparan pasir putih. Aku sendiri pun sama, terpikir di benakku berbagai kemungkinan yang bakal terjadi di masa depanku kelak. Apa mungkin aku yang hanya seorang anak nelayan miskin bisa duduk di bangku kuliah,mendengarkan dosen memberi mata kuliah,berdiskusi dengan para ahli fikirku menerawang ke arah langit.
Sungguh aku ingin melanjutkan pendidikanku ke bangku kuliah namun aku juga harus tahu diri dan memikirkan nasib saudara-saudaraku yang lain. Tiga orang adikku lebih membutuhkan pendidikan itu daripada diriku sendiri tapi akupun tak menyangkal mimpi-mimpi yang selau mendatangiku setiap malam.Aku ingin kuliah! Aku ingin jadi sarjana! Aku ingin pergi meloncong ke luar negeri! Ya Alloh bantu aku,aku gak mau hidupku hanya berakhir sampai di sini. Jadi buruh,atau pun pegadang ikan di pinggir pantai. Aku mau pergi dari sini tapi bagaimana caranya??
Bersambung.

Cerpen:NOT ONLY A DREAM

Diposting oleh Icha Tisa di 05.42 1 komentar
NOT ONLY A DREAM
Pagi itu malas-malas kulangkahkan juga kaki memasuki gerbang sekolah. Ah, entah kenapa aku berfikir hari ini adalah hari yang sangat buruk bagiku. Padahal cuaca sedang cerah, tak sedikit pun awan mendung yang terlihat di langit. Tapi, harus ku akui cuaca hatiku lagi gak bagus. Mood ku lagi jelek. Huft apalagi kalau inget hari ini adalah Sabtu. Hah pasti semua orang bakalan nanya, What’s wrong with Saturday? Emang bukan harinya yang salah sih. Kenapa sih aku tolol banget mau aja nawarin diri buat ngewawancara orang itu? Ah seminggu yang lalu, semua memang masih normal.Tapi sekarang? Apalagi kalo inget status Facebook  kemarin malam yang bikin aku muak semuak-muaknya.
            Wah,gara-gara ngomel terus,aku lupa nih buat ngenalin diriku,hehehe. Namaku Tifanka tapi panggil aku Inka. Aku anak kelas X SMA. Hari ini aku lagi kesel plus sedih plus kecewa plus bingung campur aduk deh pokoknya. Awalnya gara-gara tadi malem aku lihat Facebook Kak Fadli ( cowok yang aku suka,hehe abisnya mirip sama Taylor Lautner sih). Siapa sih yang gak syok,sorenya aja masih chattingan nyampe ketawa-tawa eh malemnya dia ganti status jadi BERPACARAN,wah untung Cuma uring-uringan aja,gak nyampe nangis bombay (lebay).
            “Inka akhirnya kamu datang juga, eh PR Bahasa Indonesia punyamu udah lom? Boleh lihat kan? Ayo dong Ka,kamu kan asistennya Bu bahasa” seru Joni,pas aku baru nyampe di pintu kelas. Kapan ya dia bisa menyukai pelajaran bahasa sepenuh hatinya? Lucu juga kalo ngebayangin Joni yang anti sama Bahasa suatu saat nanti jadi guru bahasa,wah aku bakalan ketawa ngekakak deh. “Bentar dong,kawan. Nih ambil aja di tas aku,aman kok gak ada bomnya,OK.” Seruku,langsung aja ku taruh tas itu di depan Joni,lalu pergi ke depan lab. Bahasa dan menyalakan laptopku. Untung aja WiFi udah aktif pagi-pagi gini jadi aku bisa nyari bahan buat tugas sejarah pikirku. Wah,sekalian aja nih buka Facebook. Siapa tahu dapet keberuntungan (ngaco nih ).
            Satu kotak masuk,mataku langsung tertumbuk pada nama pengirim pesan itu. Fad’z Puhbia Thea. Gak salah lagi itu FB kak Fadli ada apa ya dia kirim pesan? Penasaran banget nih,langsung aja ya dibuka.
            To : Inka
            From : Kak Fadli.
Inka kakak tunggu kamu di depan laboratorium multimedia jam 15.30. Kakak tahu kamu hari ini juga ada kumpulan eskul kayak kakak. Kakak tunggu kamu nyampe kamu dateng,OK. Nyesel pokoknya kalo gak dateng,aku punya kejutan buat kamu. Oh ya kakak nitipin surat di Kak Defa buat kamu,udah sampe belum suratnya? Baca ya suratnya.
                                                                                                            Salam Rindu.
            Gak salah lihat nih,hampir aja aku gak percaya kalo gak lihat nama penerimanya. Wah ada angin dari mana nih Kak Fadli pengen ketemu,kayaknya ada yang gak beres nih. Tiba-tiba bel masuk berbunyi,gawat nih aku harus segera masuk kelas kecuali bakalan kena marah guru jam pertama. “Ka, nih ada titipan buat kamu” kata Ilva sahabatku sambil menyodorkan sebuah buku tulis yang disampul biru,waktu aku masuk ke kelas. “Dari siapa Va?” tanyaku. “Kalo gak salah sih tu cowok namanya Defa.Dia cuma bilang baca aja tulisan yang ada di buku itu.Udah deh dia cuma bilang gitu aja” Ujar Ilva. “Thanks ya friend” kataku pada Ilva.
            Perlahan-lahan ku buka buku itu, ternyata isinya hanya coretan-coretan gak jelas plus gak penting banget. Wah apa-apaan nih kak Defa ngasih buku gak jelas kayak gini, emangnya aku tong sampah apa.  tapi di halaman terakhir buku itu aku menemukan sepucuk surat.  Isi surat itu bikin aku makin penasaran. Darimana dia tahu kalo aku yang kebagian tugas buat ngewawancara dia? Padahal yang tahu hal itu kan hanya aku dan seniorku. Mustahil senior kasih info ini ke dia,mereka kan gak saling kenal. Dia juga tahu jadwal kegiatanku,wah bener-bener aneh deh. Aku cuma bengong dan melongo pas selesai baca isi buku itu.
            “Kenapa lagi itu anak? Udah baca surat langsung bengong kayak kesurupan”cerocos Ilva sambil merebut buku yang ku pegang.
            “Wuah kamu ya pasti yang nulisnya? Inka,Inka seriusan nih ini surat dari kak Fadli?” Ilva terlihat bego waktu selesai membaca surat itu.
            “Ilva sayang,mana mungkin aku pake bahasa yang kayak gitu,jelas-jelas tulisannya aja beda.Tulisan aku kan bagus,gak kayak gini”sahutku pada Ilva.
            “Tapi apa maksud kak Fadli nitipin surat ini ke kak Defa ya” ujarku lagi.
            “Manaku tahu. Aku kan bukan peramal,tapi kayaknya berita bagus deh soalnya menurut buku yang aku baca,kalo seorang cowok suka sama cewek dia bakalan nyelidikin dulu reaksi itu cewek,kan prinsip mereka pantang ditolak” sahut Ilva dengan laga sok tahunya.
                                                            *******
            Entahlah hari ini konsentrasiku jadi rada kacau,apalagi ketika jam terakhir,untung saja ulangan harian gak jadi hari ini,wah gawat kalo jadi bisa-bisa kena ‘olimpiade remidi’.
            “Inkaaaa,kata Kak Anita barusan bilang ke aku,katanya cepet kumpul di ruang redaksi.” Teriak Nesfa teman se-eskul ku. Wah,kok aku hampir lupa ini kan udah jam 2 siang udah waktunya kumpul. Tenyata kak Anita emang sudah menunggu ku di sana. “Inka,kok kamu telat sih ? abis remidi dulu ya?’ ledek kak Anita padaku. “Maaf kak, barusan abis ngetik dulu cerpen buat rubrik sastra” ujarku pada kak Anita. Padahal sih sebenernya aku telat gara-gara salah masang waktu jam. “iya gak apa-apa kok”.
            “Inka udah diwawancara belum pengurus-pengurus ekstrakurikuler yang kakak suruh? Deadlinenya tinggal dua hari lagi loh.” Ujar Kak Anita padaku. “Udah sih kak,tapi? Satu lagi belum sempet ketemu kak” kataku. “Eh,kemaren ada cowok telpon ke kakak ngakunya teman kamu,bilang nanya-nanyain kamu tahu” Goda Kak Nita. Hah terang saja aku terkejut,siapa ya? Kak Fadli kah? Tak mungkin dia tahu nomor Hp kak Nita.
            Tok,tok “Selamat siang kak,maaf menganggu disini ada yang namanya Tifanka gak?” Spontan saja aku membalikkan badanku ke arah suara itu. “Iya ada,maaf ada perlu apa ya?” kak Nita mendahuluiku menjawab pertanyaan orang itu. “Maaf kak, barusan cowok yang nyariin Tifan di kelas.Tapi Tifannya gak ada di kelas jadi aku pikir Tifan pasti di sini.Katanya sih teman Tifan yang ada janji wawancaramsama Tifan.” Sahut cowok itu. “Inka kirain kamu udah selesai semua tugasnya.” Aku pun Cuma bengong gak ngerti padahal suer aku gak bikin janji sama siapa pun seingatku hari ini.  “Sana gih temuin teman kamu,kasian nunggu kelamaan “ kata kak Nita sambil tersenyum. Aku pun pergi ke taman sekolah,sambil bertanya-tanya,Who is he?.
            “Ya ampun Inka akhirnya kamu dateng juga kirain kamu marah beneran sama aku” Wah,kok Kak Fadli,ampuun aku lupa kan dia emang udah janjian sama aku,dasar  Inka tolol. “Kakak tahu kok kamu pasti dateng kan kamu juga emang pengen ketemu sama kakak kan? Ayo jujur aja?” tanya kak Fadli seolah menggodaku,aduh aku malah jadi salah tingkah. Tapi aku teringat satus ‘berpacaran’ yang dia umumkan di facebook. “Ada apa ya gak biasanya pengen ketemu sama Inka,mau bikin pengumuman ya kalo kakak udah gak jomblo lagi? Inka udah tahu kak.Udah tahu kalo gak mungkin lagi buat aku buat jadi bestbuddy buat kamu.Kak,gak usah munafik deh pura-pura gak tahu perasaanku,aku sakit kak. Mending sekarang kakak pergi,aku benci kakak!” aku berteriak sambil hendak berlari meninggalkan kak Fadli yang masih bengong meski aku belum mendengar sepatah penjelasan pun dari dia. Melihat wajah kak Fadli aja udah bikin dadaku mau pecah, rasanya aku pengen teriak-teriak kayak orang gila saking sebelnya lihat wajah tu cowok. Untung aja inget aku kan masih di sekolah.
            “Deuh akhirnya aku berhasil juga” kak Fadli malah tertawa melihatku yang hampir menangis. “Inka,aku seneng banget lihat kamu marah akhirnya aku punya bukti juga” sontak aku menghentikan langkahku. “Would you like to be my bestbuddy and my girl?” Hah gak salah dengar nih aku, “Apa?” refleks aku mengatakan itu. “Mau gak?” dia menyodorkan es krim vanilla yang langsung saja ku ambil. “Kamu terima aku”yes”. “Jadi kita jadian ya kak?” Aku masih bingung serasa mimpi gituh. “Cie,cie selamat ya akhirnya kalian jadian juga,makanya Fad kata ku juga apa. Eh sorry ya Ka udah ngisengin  kamu ini kan demi kalian juga” goda kak Defa dan kak Anita yang tak kusadari dari tadi udah ada di ujung taman melihat semua kekonyolanku.
            “Maaf ya. Oh iya lupa selamat akhirnya kalian jadian juga.” Ujar kak Anita sambil menjabat tanganku. “Abisnya kita berdua gak tega lihat kalian kayak orang buta and bego tiap ketemu. Beraninya Cuma curi-curi mandang. Ya udah mending sekalian kita comblangin aja . Sorry ya gak bilang-bilang dulu sama kalian, kan namanya juga kejutan.” Ujar Kak Defa sembari tersenyum renyah.
            Hmm, hari yang tak pernah ku duga bahkan sampai saat ini pu n semua ini masih seperti mimpi. Mimpi yang nyata untuk Inka.
                                                                                                BY: TISA ICHA





Senin, 12 September 2011

Gerbang part 1

Diposting oleh Icha Tisa di 03.12 0 komentar
             Hari ini seharusnya aku masih bisa bersantai di rumah.Menonton TV,membaca buku,bermain game,ataupun sekedar bekirim pesan pada teman-temanku di kelas 9A SMP Negeri 2 Banjar. Ya tapi mau bagaimana lagi hari ini aku harus pergi ke sekolah,tapi bukan ke sekolah tempat biasa aku bercanda dan tertawa dengan kawan-kawanku.Aku sudah menyelesaikan pendidikanku di SMP 2.Mau tak mau aku kini menyandang gelar sebagai alumni bukan lagi siswa.Tambah sedih jika mengingat hanya 2 orang saja dari kelasku yang melanjutkan sekolahnya ke SMAN Saban,yaitu aku dan Sella.Bahkan mantan pacarku pun tak berniat sekolah di sini.Entah apa alasannya.Disatu sisi aku bersyukur juga dia gak satu sekolah denganku.Repot. Pacar barunya satu sekolah denganku masa dia juga harus satu sekolah lagi?? OMG! Untung saja enggak. Daripada ntar jadi ada perang dunia ke 3.
             Jujur saja aku bingung menghadapi hari Sabtu ini 10 Juli 2010,persiapan MOPD yang kemudian disebut sebagai MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah). Membayangkan duduk satu kelas dengan orang-orang yang tak ku kenal,meskipun sebagian ternyata ku kenali.Apalagi menurut info yang kuterima,aku akan duduk di kelas X SBI 8.Aku tidak masalah duduk di kelas manapun.Masalahnya adalah X SBI 8 kata orang ternyata kelas unggulan. Aku mencoba meyakinkan diriku sendiri bahwa jika itu benar aku pasti mampu bersaing,namun tetap saja aku deg-degan.
            Jam 7 pagi aku tiba di depan gerbang SMAN Saban.Tapi aku hanya melongo bingung,gak tahu apa yang harus kulakukan.Masuk atau menunggu temanku? Akhirnya kuputuskan untuk duduk di kursi kayu panjang di seberang SMAN Saban,yang kini ku tahu bangku itu ternyata milik Mang Godeg yang jualan mie ayam di depan sekolah. Coz because aku masih malu-malu,mama duduk menemaniku.Ya mungkin kalian ada yang merasa geli,kok anak SMA kelakuannya masih kaya anak umur 6,5 tahun yang baru masuk SD? Tapi ya itulah aku,merasa lebih PeDe kalau ditemani terutama oleh mamaku tersayang hehhe.
           Aku baru nyadar ternyata ada anak perempuan yang duduk di sebelahku. Itu cewek kayaknya juga siswa baru. Tapi kok dia kayak orang linglung,bingung.Lebih tepatnya mirip anak kecil yang tersesat dan terpisah dengan orangtuanya di mall,cuma bedanya dia udah gede dan dia gak nangis kayak anak kecil. Ku lirik logo sekolah yang terpasang di baju seragam PSAS putih birunya. Aneh,kenapa dia gak pakai seragam pramuka? Padahalkan ini hari Sabtu.Mungkin dia gak tahu pikirku.
          "Ca,kayaknya anak itu juga murid baru.Coba kamu sapa. Dia juga kayaknya belum punya teman," ujar mama sambil melirik pada anak itu.
           "Malu Mah,kenal juga enggak," kataku karena aku memang malu.Gimana klo itu cewek nyangka aku SKSDSA alias So Kenal So Dekat So Akrab lagi.
           "Makanya sekarang kenalan.Masa gitu aja gak berani!"ujar mama.
           Akupun merasa tertantang,lalu kuberanikan diriku untuk berkenalan.
           "Hai,kamu siswa baru juga ya?"
           "Iya."Jawab dia singkat.
          "Namaku Tisa tapi panggil saja Ica," kataku memperkenalkan diripadanya.
          "Nama kamu siapa?"tanyaku lagi.
         "Namaku Irma Yanti.Pangggil saja Irma," sambil menyunggingkan seulas senyum padaku.
         " Wah kok aku gak pernah lihat logo sekolahmu.Kamu alumni SMP mana?"tanyaku penaaran.
         "SMP Negeri 27 Bandung" jawab dia.Kaget juga ada orang Bandung sekolah di sini.
        "Aku dari SMPN 2 Banjar.Wah bandung jauh juga" ujarku tanpa bisa menyembuntikan kekagetanku.
         "Masuk yuk?" ajakku pada dia,karena kulihat yang lain mulai masuk
         Suer hatiku gak karuan pas masuk gerbang sekolah. Langsung saja terbayang di pikiranku,kakak-kakak kelas yang jutek dan galak,teman baru yang cuek,sanksi point, hukuman, dijahilin,pokoknya segala macam hal negatif tentang masa pengenalan sekolah yang akan kujalani secara resmi mulai besok Senin. Aku belum tahu pasti duduk di kelas mana,dan apakah orang yang sekarang berdiri di sampingku ini bakal sekelas denganku? Kususuri koridor sekolah baruku ini dan melihat daftar nama siswa baru yang terpam[ang di jendela setiap kelas. Hingga akhirnya kami berdua berhenti di depan suatu kelas yang bertuliskan X SBI8,dan di sana terpampang namaku dan nama teman baruku,Irma. Seneng banget pokoknya,aku sama dia sekelas.Ya walaupun baru kenal 1 jam yang lalu tapi dia kelihatannya baik. Dan yang tidak ku sangka ternyata dia pernah menjadi anggota PASKIBRA ketika masih di SMP,jabatannya pun tak tanggung-tanggung KETUA! Aku ajawaktu itu cuma jadi sekertaris  gara-gara cara baris berbarisku yang masih rada aneh,meski sudah 3 tahun jadi anggota PASKIBRA.
        Ku langkahkan kaki perlahan kayak jadi tersangka kasus,,,dan ternyata kami berdua telat masuk kelas.Kaget! Satu kata yang bisa ku ungkapkan ketika pertama masuk kelas. Kenapa? Tunggu jawabannya di Gerbang Part 2.

[+/-]

(Cerbung) CATATAN TEPI PANTAI Part 1

[+/-]

Cerpen:NOT ONLY A DREAM

[+/-]

Gerbang part 1

 

Menggapai Mimpi Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos