Sabtu, 21 September 2013

BAPAK, PETUALANG SATU KALI PEMIMPI SEJATI

Diposting oleh Icha Tisa di 07.52


Dear Bloggers, netter semua. Jumpa lagi dengan saya Miss Dreamer yang penuh mimpi. Kali ini saya memposting naskah yang pernah saya kirim untuk lomba menulis cerita tentang ayah, sayang saya tak memenangkan lomba itu. Tak apa, toh naskah ini masih bisa saya share pada kalian.
Selamat membaca dan well happy Satnight all. ^_^.




“Bapak mengapa mama yang selalu mengantarku jalan-jalan keliling kota? Aku juga  mau jalan-jalan sama bapak selaki-kali boleh dong pak.” Kalimat itu beberapa terlontar dari mulut mungilku. Mengajak bapak untuk menemaniku jalan-jalan keliling kota. Bukan hal mudah mengajak bapak keliling kota. Ada saja akal bapak untuk menolak ajakanku itu mulai dari bereksperimen membuat alat-alat aneh seperti selang panjang untuk menyemprotkan pupuk cair di ladang dan sawah, hingga alat untuk melepas dan memasang lampu bohlam yang terbuat dari bambu dan kayu panjang yang kadang ditambah dengan karet untuk mengencangkan ikatan pada bohlam yang terdapat pada bambu. Dalam hal kreativitas bapak memang nomor satu, dialah ilmuwan dadakan yang jarang gagal. Namun dia bukan seorang pengelana yang dapat dengan mudah diajak berjalana-jalan.
Suatu hari aku iseng bertanya padanya “Pak apa gak bosan hidup cuma di daerah ini saja? Bapak sudah hampir setengah abad tapi tempat yang pernah dijamah bapak hanya kampung halaman bapak dan kota kecil tempat kita tinggal sekarang ini.” Bapak hanya tersenyum mendengar ocehan putri semata wayangnya. Lalu mulailah cerita yang sebenarnya terungkap. Pada satu masa sebelum mama dan bapak bertemu, bapak pernah menjadi pengelana bersama teman-temannya. Mengunjungi beberapa kota. Kata bak beliau pernah diajak mengunjungi satu kota yang aku lupa lagi namanya di sana bapak diajak menaiki satu tugu yang katanya kalau sampai di puncak bisa jadi pemimpin tapi bapak tak sampai di atas tapi aku senang bapak tak sampai di atas mungkin kalau bapak jadi pemimpin bapak lebih sibuk. Lagi pula bapak sudah menjadi seorang pemimpin untukku dan mama. Bapak juga cerita pernah berkunjung ke Banten. Dan di antara cerita perjalanan bapak yang paling kuingat adalah ceritanya ketika pertama kali berunjung ke kota Bandung. Bapak sama sekali buta tentang Bandung. Teman bapak saat itu adalah sebuah peta Bandung yang dibelinya di toko buku sesampainya di Bandung. Bapak ke Bandung bukan untuk bersuka ria melainkan mengurus dana pensiun milik yang menjadi hak kakek. Dan ternyata dalam selipan perjalanannya di Bandung, bapak mesti ke Jakarta karena ada surat yang diperlukan dari kantor pusat di Jakarta. Dan sekali lagi bapak pun buta total dengan ibukota Indonesia ini. Tapi bukan bapak rupanya bila tak meneruskan perjalanan dan urusan yang sedang dilakukannya. Dan hal yang aku kagumi dari bapak adalah bapak mampu menyelesaikan perjalanannya dan membuahkan hasil dengan keluarnya dana pensiun kakek. Tapi setelah itu bapak tak berminat lagi mengunjungi Bandung apalagi Jakarta. Untuk apa mengunjungi yang sudah pernah dikunjungi? Ujarnya. Jika kebanyakan orang senang melakukan perjalanan ke kota-kota lain lebih dari satu kali dalam hidupnya maka berbeda halnya dengan bapak. Satu kali sudah cukup, toh dalam sekali perjalanan saja sudah ada gambaran. Yang penting tujuan dari kedatangan kita ke kota tersebut terlaksana.
Bahkan bapak dapat melakukan perjalanan dadakan yang tak disangka oleh siapapun. Waktu itu aku dan seluruh keluarga besar berlibur ke Yogyakarta hanya kakek dan bapak yang tak ikut. Kebetulan saat itu juga sedang musim pendaftaran siswa baru dan kami sedang berada di salah satu sekolah menengah atas di Kota Pelajar untuk mendaftarkan kakak sepupuku. Dari ujung lapangan basket tiba-tiba kakak sepupu berteriak padaku “Dek, itu bapakmu kan?” Katanya seraya menunjuk arah lapangan basket. Awalnya kami tak terlalu percaya. Mungkin saja kakak salah melihat. Mana mungkin bapak menyusul dan untuk apa pula? Namun karena penasaran akhirnya pakde menghampiri sosok lelaki di ujung lapangan itu. Lelaki itu seperti tengah kebingungan mencari seseorang. Dan lelaki itu ternyata memang benar adalah bapak. Kami semua tak habis pikir dengan jalan pikirannya. Ternyata ide gila itu muncul begitu saja dari benak bapak ketika hampir tengah malam dan merasa kesepian di rumah sendirian bapakpun pergi ke stasiun dan membeli tiket kereta menuju ke Yogyakarta. Bapak bilang ingat bahwa bude sebelum pergi ke Yogyakarta bilang mau mendaftarkan kakak sepupu di sekolah ini. Lalu bapak pun terpikir untuk mencari sekolah yang dimaksud menggunakan jasa ojeg. Bekal informasi yang diketahui bapak hanya tentang pendaftaran kakak sepupu itu saja tidak lebih. Bahkan bapak tidak tahu di mana hotel tempat kami menginap. Bagaimana kalau bapak tersesat di kota sebesar ini? Tapi bapak tetap punya jawaban. Kalau bapak tak menemukan rombongan kalian ya sudah bapak tinggal cari penginapan atau beli tiket kereta untuk pulang kembali ke Banjar.” Belakangan ketika kami semua kembali ke kampung halaman kami di sebuah kota perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah, Banjar Patroman, bapak baru mengaku kalau perjalanan dadakan itu tidak diketahui kakek sekalipun dan bapak hanya membawa selembar pakaian ganti. Kakek tidak berpikiran macam-macam ketika mengetahui bapak tak berada di rumah. Di sangkanya bapak berangkat mengajar ke sekolah, padahal nyatanya menyusul kami ke Yogyakarta. Itu merupakan perjalanan pertama dan terakhir bapak ke Yogyakarta. Saat kami hendak berlibur kembali ke Yogyakarta bapak menolak ikut. Sekali saja sudah cukup.
Perjalanan dadakan bapak bukan hanya ke tempat yang belum pernah dikunjunginya tapi juga ke tempat yang pernah dikunjunginya dengan cara yang tak biasa. Saat itu aku masih kelas 4 SD. Kami sekeluarga berat liburan ke rumah sadar nenek di Wonosobo. Lalu aku dan mama meminta jin sekalian mengajak bapak untuk ikut berlibur bersama kami. Namun sorot mata bapak menunjukkan ketidaksetujuan. Entahlah mungkin karena saat itu aku baru selesai sakit. Sambil menunggu bapak buka mulut kami lalu mulai berbenah bersiap-siap. Tapi hal yang tak duga muncul bapak menghilang tak ada di rumah ataupun di daerah sekitar rumah. Kami kebingungan karena bapak hilang. Hingga akhirnya aku dan mama meutuskan tak jadi ikut dan mulai mencari bapak. Terpikir dibenak mama kalau saja bapak mengunjungi rumah peninggalan kakek di Ciparay Ciamis ataupun ke daerah Cisaga. Lalu kami berdua berkendara motor menyusuri jalanan mencari bapak. Ketika kami hampir tiba di rumah kami yang lain di Cisaga, kami melihat sesosok lelaki tengah berjalan sendirian memakai kaos yang biasa dikenakan bapak. Itu bapak. Bapak berjalan kaki menuju Cisaga dari Banjar yang berjarak kurang lebih 5 km. Saat kami menanyakan alasan bapak melakukan hal ini ternyata bapak hanya merasa rindu pada rumah itu lalu memutuskan ke sana dan membersihkan rumah itu lalu tertidur dan baru bangun ketika hari sudah menjelang sore. Padahal kami sekeluarga sudah panik karena kami kira bapak pergi ke mana, dan awalnya kami tak menduga bapak ternyata ‘kabur’ ke tempat itu.
Saat masih menjadi seorang pemuda bapak senang mengunjungi tempat yang banyak dikunjungi oleh turis mancanegara. Dan tempat favorit bapak adalah Pantai Pangandaran. Sepertinya ini merupakan satu-satunya tempat wisata yang dikunjungi lebih dari satu kali. Alasannya sederhana. Bapak ingin berkenalan dengan bule-bule barat tersebut. Menurut bapak berbicara dan berkenalan dengan mereka itu menyenangkan karena bapak bisa mempraktekkan langsung komunikasi menggunakan bahasa Inggris. Dibalik sosoknya ada satu impian bapak yaitu mengunjungi New York Amerika Serikat dan London Inggris. Meskipun bapak menyadari keinginannya tersebut bukan hal yang mudah untuk diwujudkan namun bapak tak pernah menyerah. Bapak selalu mencari cara untuk mendekatkannya dengan mimpinya itu. Menurut bapak meski mimpi sulit untuk diraih tapi yang penting adalah usaha untuk mewujudkannya. Pernah satu hari aku membuka kamus bahasa Inggris-Indonesia milik bapak. Dan sehelai kertas bekas bungkus rokok yang sudah menguning terjatuh dari selipan halaman. Kucermati dan tertulis sebuah alamat rumah serta negara tempat rumah itu berada. United Kingdom. Penasaran kutanyakan pada bapak milik siapa alamat itu karena tulisan tangan alamat itu berbeda dengan tulisan bapak. Bapak lalu bercerita riwayat alamat pada secarik bungkus rokok itu. Waktu itu sekitar akhir tahun 1990an bapak muda diajak kawannya bermain ke Pantai Pangandaran, dan terjadilah pertemuan yang tak sengaja antara bapak dengan seorang bule bernama Mr. Smith yang berasal dari London Inggris. Mereka berdua sempat bercerita bersama, dan bapak mengungkapkan keinginannya untuk mengunjungi negara tempat kelahiran Mr. Smith. Bule itu merasa tersanjung saat bapak memuji negara tempat tinggalnya dan ingin berkunjung ke sana. Lalu sebelum mereka berpisah Mr.Smith memberikan alamat rumahnya pada bapak. Dia berpesan agar bapak mengunjungi rumahnya saat ke Inggris. Namun sayang mereka tak pernah bertemu lagi dan bapak pun tak sampai menginjakkan kakinya di Inggris hingga kematian menjemputnya.
Aku sering meminta bapak bercerita, semacam dongeng pengantar tidur. Selain cerita-cerita perjalanannya bapak juga dapat menceritakan kisah dari negara lagi dengan hebat. Masih ku ingat saat bapak menceritakan kisah si Abu Nawas, Kisah Seribu Satu Malam. Cerita itu memang bagus namun lebih bagus legi bila bapak yang menceritakannnya. Bapak memang tak pernah mengunjungi Baghdad tapi mendengarkan bapak bercerita seolah bapak sudah pernah menjamah setiap sudut kota itu. Sungguh menakjubkan. Perjalanan-perjalanan fantasi yang kulewati melalui cerita yang keluar dari mulut bapak. Bahkan tokoh Si Kabayan pun dapat dimodifikasi oleh bapak. Bukan Kabayan beristri Iteung yang kocak. Ada Kabayan yang alim, pintar, tampan dan kocak tercipta dalam dunia fantasi yang diciptakan oleh Bapak. Ketika aku bertanya pada bapak, mengapa Kabayannya berbeda dengan yang pernah ku baca di buku, dengan mudah bapak menjawabnya. Biar kamu tak bosan dengan Kabayan, buat apa menceritakan yang sudah dibaca lebih baik menceritkan hal baru yang bisa memotivasi. Hanya dalam dunia fantasi bapak, Kabayan berjalan- jalan sampai ke Timur Tengah bahkan ke London.
Dalam kehidupan nyata aku memang jarang sekali berjalan-jalan bersama bapak, namun kami sering berkelanan bersama di dunia fantasi. Menciptakan imajinasi yang mengasyikkan bagiku yang saat itu masih SD. Tak perlu membawa peralatan, tak butuh uang banyak pula. Cukup duduk manis di samping bapak maka akan terlontarlah dunia fantasi itu. Dunia yang tak dimiliki anak-anak lain. Hanya milikku dan diciptakan bapak khusus untukku, putri semata wayangnya.
Ya, meskipun bapak senang melakukan perjalanan dadakan seorang diri dan buta alamat bukan berarti bapak membebaskanku bertualang di alam bebas. Dulu saat bapak masih hidup aku sering menganggap bapak terlalu berlebihan mengkhawatirkanku. Bahkan untuk sekadar bersepeda ke sekolah pun dilarang keras. Jajan ke warung depan rumah saja bapak selalu mengawasi dari luar gerbang rumah. Seolah akan terjadi sesuatu hal jika aku tidak diawasinya. Aku yang masih kecil saat itu sering merasa kesal. Disaat anak-anak seusiaku bebas bersepeda sesuka hati dan bermain hujan-huajanan sepuas hati menyambut datangnya hujan aku hanya terdiam dan termenung di balik kaca jendela rumah melihat mereka. Aku juga ingin bebas melakukan segala hal, bahkan perjalanan mengejutkan seperti yang pernah dilakukan bapak. Namun komentar bapak hanyalah “bapak tidak ingin kamu sakit nak, hingga kamu tidak bisa melakukan lebih dari apa yang pernah bapak perbuat dari perjalanan itu.” Aku yang masih kecil tidak mengerti dan hanya bisa mencoba duduk manis dan menggerutu dalam hati.
Sekarang bapak telah meninggalkanku selama-lamanya. Sejak aku duduk di bangku kelas 5 Sekolah Dasar. Dan kini aku baru menyelesaikan 3 tahun masa belajarku di SMA. Bapak memang tidak berhasil menginjakkan kaki di Inggris, di Bandara Heathrow. Pemilik alamat rumah di bungkus rokok itupun mungkin sudah meninggalkan dunia ini juga sama seperti bapak. Dan lelaki sang petualang dan pemberani itu telah kembali ke sisi Alloh SWT. Tapi tersemat satu janji dan cita-cita di hatiku untuk pergi ke London Inggris menghirup udaranya, dan mewakili bapak menginjakkan kaki di sana. Meski sampai kini aku belum tahu kapan momen itu akan tiba dan menghampiri peruntunganku.
Jasadnya memang telah menyatu dengan tanah, jiwanya sudah kembali pada yang menciptakan. Tapi ada yang masih membekas dan terasa. Nasihat dan semangatnya. Kini aku memang bebas untuk bertualang di alam bebas, menjelajah bersepeda sesuka hati. Namun nasihat sewaktu kecil dari bapak tetap tersemat di hatiku dan terpatri indah. Meski aku tak terlalu suka mengenang sosok bapak. Bukan karena bapak tak baik tapi aku tak ingin berlarut-larut dalam kesedihan. Larut dalam kenangan yang tak mungkin ku kembalikan. Masa-masa indah yang tinggal angan. Tak akan pernah kembali lagi. Aku lebih suka mengingat impiannya, karena berkubang dalam kesedihan tak ada gunanya sama sekali. Bukan yang diinginkan bapak. Aku tak ingin bapak yang sudah di alam sana tak tenang karena putri semata wayangnya menangis terus mengenangnya. Berpikir rasional dan menyayangi sosoknya dam cita-cita yang pernah dia ucapkan lebih rasional.
Terima kasih bapak telah membuatku berani bermimpi untuk menantang dunia dan mengarungi kerasnya hidup ini. Ku rengkuh impianmu dan akan kuusahakan cita-citamu yang kini telah menjadi cita-citaku. Kini putri kecilmu telah menjadi remaja yang siap menjadi petualang selanjutnya. Bapak kamu adalah penginspirasiku untuk menjadi seorang yang pemberani dan juga tangguh menjalani hidup.

0 komentar:

Posting Komentar

BAPAK, PETUALANG SATU KALI PEMIMPI SEJATI

| |



Dear Bloggers, netter semua. Jumpa lagi dengan saya Miss Dreamer yang penuh mimpi. Kali ini saya memposting naskah yang pernah saya kirim untuk lomba menulis cerita tentang ayah, sayang saya tak memenangkan lomba itu. Tak apa, toh naskah ini masih bisa saya share pada kalian.
Selamat membaca dan well happy Satnight all. ^_^.




“Bapak mengapa mama yang selalu mengantarku jalan-jalan keliling kota? Aku juga  mau jalan-jalan sama bapak selaki-kali boleh dong pak.” Kalimat itu beberapa terlontar dari mulut mungilku. Mengajak bapak untuk menemaniku jalan-jalan keliling kota. Bukan hal mudah mengajak bapak keliling kota. Ada saja akal bapak untuk menolak ajakanku itu mulai dari bereksperimen membuat alat-alat aneh seperti selang panjang untuk menyemprotkan pupuk cair di ladang dan sawah, hingga alat untuk melepas dan memasang lampu bohlam yang terbuat dari bambu dan kayu panjang yang kadang ditambah dengan karet untuk mengencangkan ikatan pada bohlam yang terdapat pada bambu. Dalam hal kreativitas bapak memang nomor satu, dialah ilmuwan dadakan yang jarang gagal. Namun dia bukan seorang pengelana yang dapat dengan mudah diajak berjalana-jalan.
Suatu hari aku iseng bertanya padanya “Pak apa gak bosan hidup cuma di daerah ini saja? Bapak sudah hampir setengah abad tapi tempat yang pernah dijamah bapak hanya kampung halaman bapak dan kota kecil tempat kita tinggal sekarang ini.” Bapak hanya tersenyum mendengar ocehan putri semata wayangnya. Lalu mulailah cerita yang sebenarnya terungkap. Pada satu masa sebelum mama dan bapak bertemu, bapak pernah menjadi pengelana bersama teman-temannya. Mengunjungi beberapa kota. Kata bak beliau pernah diajak mengunjungi satu kota yang aku lupa lagi namanya di sana bapak diajak menaiki satu tugu yang katanya kalau sampai di puncak bisa jadi pemimpin tapi bapak tak sampai di atas tapi aku senang bapak tak sampai di atas mungkin kalau bapak jadi pemimpin bapak lebih sibuk. Lagi pula bapak sudah menjadi seorang pemimpin untukku dan mama. Bapak juga cerita pernah berkunjung ke Banten. Dan di antara cerita perjalanan bapak yang paling kuingat adalah ceritanya ketika pertama kali berunjung ke kota Bandung. Bapak sama sekali buta tentang Bandung. Teman bapak saat itu adalah sebuah peta Bandung yang dibelinya di toko buku sesampainya di Bandung. Bapak ke Bandung bukan untuk bersuka ria melainkan mengurus dana pensiun milik yang menjadi hak kakek. Dan ternyata dalam selipan perjalanannya di Bandung, bapak mesti ke Jakarta karena ada surat yang diperlukan dari kantor pusat di Jakarta. Dan sekali lagi bapak pun buta total dengan ibukota Indonesia ini. Tapi bukan bapak rupanya bila tak meneruskan perjalanan dan urusan yang sedang dilakukannya. Dan hal yang aku kagumi dari bapak adalah bapak mampu menyelesaikan perjalanannya dan membuahkan hasil dengan keluarnya dana pensiun kakek. Tapi setelah itu bapak tak berminat lagi mengunjungi Bandung apalagi Jakarta. Untuk apa mengunjungi yang sudah pernah dikunjungi? Ujarnya. Jika kebanyakan orang senang melakukan perjalanan ke kota-kota lain lebih dari satu kali dalam hidupnya maka berbeda halnya dengan bapak. Satu kali sudah cukup, toh dalam sekali perjalanan saja sudah ada gambaran. Yang penting tujuan dari kedatangan kita ke kota tersebut terlaksana.
Bahkan bapak dapat melakukan perjalanan dadakan yang tak disangka oleh siapapun. Waktu itu aku dan seluruh keluarga besar berlibur ke Yogyakarta hanya kakek dan bapak yang tak ikut. Kebetulan saat itu juga sedang musim pendaftaran siswa baru dan kami sedang berada di salah satu sekolah menengah atas di Kota Pelajar untuk mendaftarkan kakak sepupuku. Dari ujung lapangan basket tiba-tiba kakak sepupu berteriak padaku “Dek, itu bapakmu kan?” Katanya seraya menunjuk arah lapangan basket. Awalnya kami tak terlalu percaya. Mungkin saja kakak salah melihat. Mana mungkin bapak menyusul dan untuk apa pula? Namun karena penasaran akhirnya pakde menghampiri sosok lelaki di ujung lapangan itu. Lelaki itu seperti tengah kebingungan mencari seseorang. Dan lelaki itu ternyata memang benar adalah bapak. Kami semua tak habis pikir dengan jalan pikirannya. Ternyata ide gila itu muncul begitu saja dari benak bapak ketika hampir tengah malam dan merasa kesepian di rumah sendirian bapakpun pergi ke stasiun dan membeli tiket kereta menuju ke Yogyakarta. Bapak bilang ingat bahwa bude sebelum pergi ke Yogyakarta bilang mau mendaftarkan kakak sepupu di sekolah ini. Lalu bapak pun terpikir untuk mencari sekolah yang dimaksud menggunakan jasa ojeg. Bekal informasi yang diketahui bapak hanya tentang pendaftaran kakak sepupu itu saja tidak lebih. Bahkan bapak tidak tahu di mana hotel tempat kami menginap. Bagaimana kalau bapak tersesat di kota sebesar ini? Tapi bapak tetap punya jawaban. Kalau bapak tak menemukan rombongan kalian ya sudah bapak tinggal cari penginapan atau beli tiket kereta untuk pulang kembali ke Banjar.” Belakangan ketika kami semua kembali ke kampung halaman kami di sebuah kota perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah, Banjar Patroman, bapak baru mengaku kalau perjalanan dadakan itu tidak diketahui kakek sekalipun dan bapak hanya membawa selembar pakaian ganti. Kakek tidak berpikiran macam-macam ketika mengetahui bapak tak berada di rumah. Di sangkanya bapak berangkat mengajar ke sekolah, padahal nyatanya menyusul kami ke Yogyakarta. Itu merupakan perjalanan pertama dan terakhir bapak ke Yogyakarta. Saat kami hendak berlibur kembali ke Yogyakarta bapak menolak ikut. Sekali saja sudah cukup.
Perjalanan dadakan bapak bukan hanya ke tempat yang belum pernah dikunjunginya tapi juga ke tempat yang pernah dikunjunginya dengan cara yang tak biasa. Saat itu aku masih kelas 4 SD. Kami sekeluarga berat liburan ke rumah sadar nenek di Wonosobo. Lalu aku dan mama meminta jin sekalian mengajak bapak untuk ikut berlibur bersama kami. Namun sorot mata bapak menunjukkan ketidaksetujuan. Entahlah mungkin karena saat itu aku baru selesai sakit. Sambil menunggu bapak buka mulut kami lalu mulai berbenah bersiap-siap. Tapi hal yang tak duga muncul bapak menghilang tak ada di rumah ataupun di daerah sekitar rumah. Kami kebingungan karena bapak hilang. Hingga akhirnya aku dan mama meutuskan tak jadi ikut dan mulai mencari bapak. Terpikir dibenak mama kalau saja bapak mengunjungi rumah peninggalan kakek di Ciparay Ciamis ataupun ke daerah Cisaga. Lalu kami berdua berkendara motor menyusuri jalanan mencari bapak. Ketika kami hampir tiba di rumah kami yang lain di Cisaga, kami melihat sesosok lelaki tengah berjalan sendirian memakai kaos yang biasa dikenakan bapak. Itu bapak. Bapak berjalan kaki menuju Cisaga dari Banjar yang berjarak kurang lebih 5 km. Saat kami menanyakan alasan bapak melakukan hal ini ternyata bapak hanya merasa rindu pada rumah itu lalu memutuskan ke sana dan membersihkan rumah itu lalu tertidur dan baru bangun ketika hari sudah menjelang sore. Padahal kami sekeluarga sudah panik karena kami kira bapak pergi ke mana, dan awalnya kami tak menduga bapak ternyata ‘kabur’ ke tempat itu.
Saat masih menjadi seorang pemuda bapak senang mengunjungi tempat yang banyak dikunjungi oleh turis mancanegara. Dan tempat favorit bapak adalah Pantai Pangandaran. Sepertinya ini merupakan satu-satunya tempat wisata yang dikunjungi lebih dari satu kali. Alasannya sederhana. Bapak ingin berkenalan dengan bule-bule barat tersebut. Menurut bapak berbicara dan berkenalan dengan mereka itu menyenangkan karena bapak bisa mempraktekkan langsung komunikasi menggunakan bahasa Inggris. Dibalik sosoknya ada satu impian bapak yaitu mengunjungi New York Amerika Serikat dan London Inggris. Meskipun bapak menyadari keinginannya tersebut bukan hal yang mudah untuk diwujudkan namun bapak tak pernah menyerah. Bapak selalu mencari cara untuk mendekatkannya dengan mimpinya itu. Menurut bapak meski mimpi sulit untuk diraih tapi yang penting adalah usaha untuk mewujudkannya. Pernah satu hari aku membuka kamus bahasa Inggris-Indonesia milik bapak. Dan sehelai kertas bekas bungkus rokok yang sudah menguning terjatuh dari selipan halaman. Kucermati dan tertulis sebuah alamat rumah serta negara tempat rumah itu berada. United Kingdom. Penasaran kutanyakan pada bapak milik siapa alamat itu karena tulisan tangan alamat itu berbeda dengan tulisan bapak. Bapak lalu bercerita riwayat alamat pada secarik bungkus rokok itu. Waktu itu sekitar akhir tahun 1990an bapak muda diajak kawannya bermain ke Pantai Pangandaran, dan terjadilah pertemuan yang tak sengaja antara bapak dengan seorang bule bernama Mr. Smith yang berasal dari London Inggris. Mereka berdua sempat bercerita bersama, dan bapak mengungkapkan keinginannya untuk mengunjungi negara tempat kelahiran Mr. Smith. Bule itu merasa tersanjung saat bapak memuji negara tempat tinggalnya dan ingin berkunjung ke sana. Lalu sebelum mereka berpisah Mr.Smith memberikan alamat rumahnya pada bapak. Dia berpesan agar bapak mengunjungi rumahnya saat ke Inggris. Namun sayang mereka tak pernah bertemu lagi dan bapak pun tak sampai menginjakkan kakinya di Inggris hingga kematian menjemputnya.
Aku sering meminta bapak bercerita, semacam dongeng pengantar tidur. Selain cerita-cerita perjalanannya bapak juga dapat menceritakan kisah dari negara lagi dengan hebat. Masih ku ingat saat bapak menceritakan kisah si Abu Nawas, Kisah Seribu Satu Malam. Cerita itu memang bagus namun lebih bagus legi bila bapak yang menceritakannnya. Bapak memang tak pernah mengunjungi Baghdad tapi mendengarkan bapak bercerita seolah bapak sudah pernah menjamah setiap sudut kota itu. Sungguh menakjubkan. Perjalanan-perjalanan fantasi yang kulewati melalui cerita yang keluar dari mulut bapak. Bahkan tokoh Si Kabayan pun dapat dimodifikasi oleh bapak. Bukan Kabayan beristri Iteung yang kocak. Ada Kabayan yang alim, pintar, tampan dan kocak tercipta dalam dunia fantasi yang diciptakan oleh Bapak. Ketika aku bertanya pada bapak, mengapa Kabayannya berbeda dengan yang pernah ku baca di buku, dengan mudah bapak menjawabnya. Biar kamu tak bosan dengan Kabayan, buat apa menceritakan yang sudah dibaca lebih baik menceritkan hal baru yang bisa memotivasi. Hanya dalam dunia fantasi bapak, Kabayan berjalan- jalan sampai ke Timur Tengah bahkan ke London.
Dalam kehidupan nyata aku memang jarang sekali berjalan-jalan bersama bapak, namun kami sering berkelanan bersama di dunia fantasi. Menciptakan imajinasi yang mengasyikkan bagiku yang saat itu masih SD. Tak perlu membawa peralatan, tak butuh uang banyak pula. Cukup duduk manis di samping bapak maka akan terlontarlah dunia fantasi itu. Dunia yang tak dimiliki anak-anak lain. Hanya milikku dan diciptakan bapak khusus untukku, putri semata wayangnya.
Ya, meskipun bapak senang melakukan perjalanan dadakan seorang diri dan buta alamat bukan berarti bapak membebaskanku bertualang di alam bebas. Dulu saat bapak masih hidup aku sering menganggap bapak terlalu berlebihan mengkhawatirkanku. Bahkan untuk sekadar bersepeda ke sekolah pun dilarang keras. Jajan ke warung depan rumah saja bapak selalu mengawasi dari luar gerbang rumah. Seolah akan terjadi sesuatu hal jika aku tidak diawasinya. Aku yang masih kecil saat itu sering merasa kesal. Disaat anak-anak seusiaku bebas bersepeda sesuka hati dan bermain hujan-huajanan sepuas hati menyambut datangnya hujan aku hanya terdiam dan termenung di balik kaca jendela rumah melihat mereka. Aku juga ingin bebas melakukan segala hal, bahkan perjalanan mengejutkan seperti yang pernah dilakukan bapak. Namun komentar bapak hanyalah “bapak tidak ingin kamu sakit nak, hingga kamu tidak bisa melakukan lebih dari apa yang pernah bapak perbuat dari perjalanan itu.” Aku yang masih kecil tidak mengerti dan hanya bisa mencoba duduk manis dan menggerutu dalam hati.
Sekarang bapak telah meninggalkanku selama-lamanya. Sejak aku duduk di bangku kelas 5 Sekolah Dasar. Dan kini aku baru menyelesaikan 3 tahun masa belajarku di SMA. Bapak memang tidak berhasil menginjakkan kaki di Inggris, di Bandara Heathrow. Pemilik alamat rumah di bungkus rokok itupun mungkin sudah meninggalkan dunia ini juga sama seperti bapak. Dan lelaki sang petualang dan pemberani itu telah kembali ke sisi Alloh SWT. Tapi tersemat satu janji dan cita-cita di hatiku untuk pergi ke London Inggris menghirup udaranya, dan mewakili bapak menginjakkan kaki di sana. Meski sampai kini aku belum tahu kapan momen itu akan tiba dan menghampiri peruntunganku.
Jasadnya memang telah menyatu dengan tanah, jiwanya sudah kembali pada yang menciptakan. Tapi ada yang masih membekas dan terasa. Nasihat dan semangatnya. Kini aku memang bebas untuk bertualang di alam bebas, menjelajah bersepeda sesuka hati. Namun nasihat sewaktu kecil dari bapak tetap tersemat di hatiku dan terpatri indah. Meski aku tak terlalu suka mengenang sosok bapak. Bukan karena bapak tak baik tapi aku tak ingin berlarut-larut dalam kesedihan. Larut dalam kenangan yang tak mungkin ku kembalikan. Masa-masa indah yang tinggal angan. Tak akan pernah kembali lagi. Aku lebih suka mengingat impiannya, karena berkubang dalam kesedihan tak ada gunanya sama sekali. Bukan yang diinginkan bapak. Aku tak ingin bapak yang sudah di alam sana tak tenang karena putri semata wayangnya menangis terus mengenangnya. Berpikir rasional dan menyayangi sosoknya dam cita-cita yang pernah dia ucapkan lebih rasional.
Terima kasih bapak telah membuatku berani bermimpi untuk menantang dunia dan mengarungi kerasnya hidup ini. Ku rengkuh impianmu dan akan kuusahakan cita-citamu yang kini telah menjadi cita-citaku. Kini putri kecilmu telah menjadi remaja yang siap menjadi petualang selanjutnya. Bapak kamu adalah penginspirasiku untuk menjadi seorang yang pemberani dan juga tangguh menjalani hidup.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Menggapai Mimpi Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos