Dear Bloggers, netter semua. Jumpa lagi dengan saya Miss Dreamer yang penuh mimpi. Kali ini saya memposting naskah yang pernah saya kirim untuk lomba menulis cerita tentang ayah, sayang saya tak memenangkan lomba itu. Tak apa, toh naskah ini masih bisa saya share pada kalian.
Selamat membaca dan well happy Satnight all. ^_^.
“Bapak
mengapa mama yang selalu mengantarku jalan-jalan keliling kota? Aku juga
mau jalan-jalan sama bapak selaki-kali boleh dong pak.” Kalimat itu beberapa
terlontar dari mulut mungilku. Mengajak bapak untuk menemaniku jalan-jalan
keliling kota. Bukan hal mudah mengajak bapak keliling kota. Ada saja akal
bapak untuk menolak ajakanku itu mulai dari bereksperimen membuat alat-alat
aneh seperti selang panjang untuk menyemprotkan pupuk cair di ladang dan sawah,
hingga alat untuk melepas dan memasang lampu bohlam yang terbuat dari bambu dan
kayu panjang yang kadang ditambah dengan karet untuk mengencangkan ikatan pada
bohlam yang terdapat pada bambu. Dalam hal kreativitas bapak memang nomor satu,
dialah ilmuwan dadakan yang jarang gagal. Namun dia bukan seorang pengelana
yang dapat dengan mudah diajak berjalana-jalan.
Suatu
hari aku iseng bertanya padanya “Pak apa gak bosan hidup cuma di daerah ini
saja? Bapak sudah hampir setengah abad tapi tempat yang pernah dijamah bapak
hanya kampung halaman bapak dan kota kecil tempat kita tinggal sekarang ini.”
Bapak hanya tersenyum mendengar ocehan putri semata wayangnya. Lalu mulailah
cerita yang sebenarnya terungkap. Pada satu masa sebelum mama dan bapak
bertemu, bapak pernah menjadi pengelana bersama teman-temannya. Mengunjungi
beberapa kota. Kata bak beliau pernah diajak mengunjungi satu kota yang aku
lupa lagi namanya di sana bapak diajak menaiki satu tugu yang katanya kalau
sampai di puncak bisa jadi pemimpin tapi bapak tak sampai di atas tapi aku senang bapak tak sampai di atas mungkin kalau bapak jadi pemimpin bapak lebih
sibuk. Lagi pula bapak sudah menjadi seorang pemimpin untukku dan mama. Bapak
juga cerita pernah berkunjung ke Banten. Dan di antara cerita perjalanan bapak
yang paling kuingat adalah ceritanya ketika pertama kali berunjung ke kota
Bandung. Bapak sama sekali buta tentang Bandung. Teman bapak saat itu adalah
sebuah peta Bandung yang dibelinya di toko buku sesampainya di Bandung. Bapak
ke Bandung bukan untuk bersuka ria melainkan mengurus dana pensiun milik yang
menjadi hak kakek. Dan ternyata dalam selipan perjalanannya di Bandung, bapak
mesti ke Jakarta karena ada surat yang diperlukan dari kantor pusat di Jakarta.
Dan sekali lagi bapak pun buta total dengan ibukota Indonesia ini. Tapi bukan
bapak rupanya bila tak meneruskan perjalanan dan urusan yang sedang
dilakukannya. Dan hal yang aku kagumi dari bapak adalah bapak mampu
menyelesaikan perjalanannya dan membuahkan hasil dengan keluarnya dana pensiun
kakek. Tapi setelah itu bapak tak berminat lagi mengunjungi Bandung apalagi
Jakarta. Untuk apa mengunjungi yang sudah pernah dikunjungi? Ujarnya. Jika
kebanyakan orang senang melakukan perjalanan ke kota-kota lain lebih dari satu
kali dalam hidupnya maka berbeda halnya dengan bapak. Satu kali sudah cukup,
toh dalam sekali perjalanan saja sudah ada gambaran. Yang penting tujuan dari
kedatangan kita ke kota tersebut terlaksana.
Bahkan
bapak dapat melakukan perjalanan dadakan yang tak disangka oleh siapapun. Waktu
itu aku dan seluruh keluarga besar berlibur ke Yogyakarta hanya kakek dan bapak
yang tak ikut. Kebetulan saat itu juga sedang musim pendaftaran siswa baru dan
kami sedang berada di salah satu sekolah menengah atas di Kota Pelajar untuk
mendaftarkan kakak sepupuku. Dari ujung lapangan basket tiba-tiba kakak sepupu
berteriak padaku “Dek, itu bapakmu kan?” Katanya seraya menunjuk arah lapangan
basket. Awalnya kami tak terlalu percaya. Mungkin saja kakak salah melihat.
Mana mungkin bapak menyusul dan untuk apa pula? Namun karena penasaran akhirnya
pakde menghampiri sosok lelaki di ujung lapangan itu. Lelaki itu seperti tengah
kebingungan mencari seseorang. Dan lelaki itu ternyata memang benar adalah
bapak. Kami semua tak habis pikir dengan jalan pikirannya. Ternyata ide gila
itu muncul begitu saja dari benak bapak ketika hampir tengah malam dan merasa
kesepian di rumah sendirian bapakpun pergi ke stasiun dan membeli tiket kereta
menuju ke Yogyakarta. Bapak bilang ingat bahwa bude sebelum pergi ke Yogyakarta
bilang mau mendaftarkan kakak sepupu di sekolah ini. Lalu bapak pun terpikir
untuk mencari sekolah yang dimaksud menggunakan jasa ojeg. Bekal informasi yang
diketahui bapak hanya tentang pendaftaran kakak sepupu itu saja tidak lebih.
Bahkan bapak tidak tahu di mana hotel tempat kami menginap. Bagaimana kalau
bapak tersesat di kota sebesar ini? Tapi bapak tetap punya jawaban. Kalau bapak
tak menemukan rombongan kalian ya sudah bapak tinggal cari penginapan atau beli
tiket kereta untuk pulang kembali ke Banjar.” Belakangan ketika kami semua
kembali ke kampung halaman kami di sebuah kota perbatasan Jawa Barat dan Jawa
Tengah, Banjar Patroman, bapak baru mengaku kalau perjalanan dadakan itu tidak
diketahui kakek sekalipun dan bapak hanya membawa selembar pakaian ganti. Kakek
tidak berpikiran macam-macam ketika mengetahui bapak tak berada di rumah. Di
sangkanya bapak berangkat mengajar ke sekolah, padahal nyatanya menyusul kami
ke Yogyakarta. Itu merupakan perjalanan pertama dan terakhir bapak ke
Yogyakarta. Saat kami hendak berlibur kembali ke Yogyakarta bapak menolak ikut.
Sekali saja sudah cukup.
Perjalanan
dadakan bapak bukan hanya ke tempat yang belum pernah dikunjunginya tapi juga
ke tempat yang pernah dikunjunginya dengan cara yang tak biasa. Saat itu aku
masih kelas 4 SD. Kami sekeluarga berat liburan ke rumah sadar nenek di
Wonosobo. Lalu aku dan mama meminta jin sekalian mengajak bapak untuk ikut
berlibur bersama kami. Namun sorot mata bapak menunjukkan ketidaksetujuan.
Entahlah mungkin karena saat itu aku baru selesai sakit. Sambil menunggu bapak
buka mulut kami lalu mulai berbenah bersiap-siap. Tapi hal yang tak duga muncul
bapak menghilang tak ada di rumah ataupun di daerah sekitar rumah. Kami
kebingungan karena bapak hilang. Hingga akhirnya aku dan mama meutuskan tak
jadi ikut dan mulai mencari bapak. Terpikir dibenak mama kalau saja bapak
mengunjungi rumah peninggalan kakek di Ciparay Ciamis ataupun ke daerah Cisaga.
Lalu kami berdua berkendara motor menyusuri jalanan mencari bapak. Ketika kami
hampir tiba di rumah kami yang lain di Cisaga, kami melihat sesosok lelaki
tengah berjalan sendirian memakai kaos yang biasa dikenakan bapak. Itu bapak.
Bapak berjalan kaki menuju Cisaga dari Banjar yang berjarak kurang lebih 5 km.
Saat kami menanyakan alasan bapak melakukan hal ini ternyata bapak hanya merasa
rindu pada rumah itu lalu memutuskan ke sana dan membersihkan rumah itu lalu
tertidur dan baru bangun ketika hari sudah menjelang sore. Padahal kami
sekeluarga sudah panik karena kami kira bapak pergi ke mana, dan awalnya kami
tak menduga bapak ternyata ‘kabur’ ke tempat itu.
Saat
masih menjadi seorang pemuda bapak senang mengunjungi tempat yang banyak
dikunjungi oleh turis mancanegara. Dan tempat favorit bapak adalah Pantai
Pangandaran. Sepertinya ini merupakan satu-satunya tempat wisata yang
dikunjungi lebih dari satu kali. Alasannya sederhana. Bapak ingin berkenalan
dengan bule-bule barat tersebut. Menurut bapak berbicara dan berkenalan dengan
mereka itu menyenangkan karena bapak bisa mempraktekkan langsung komunikasi
menggunakan bahasa Inggris. Dibalik sosoknya ada satu impian bapak yaitu
mengunjungi New York Amerika Serikat dan London Inggris. Meskipun bapak
menyadari keinginannya tersebut bukan hal yang mudah untuk diwujudkan namun
bapak tak pernah menyerah. Bapak selalu mencari cara untuk mendekatkannya
dengan mimpinya itu. Menurut bapak meski mimpi sulit untuk diraih tapi yang
penting adalah usaha untuk mewujudkannya. Pernah satu hari aku membuka kamus bahasa
Inggris-Indonesia milik bapak. Dan sehelai kertas bekas bungkus rokok yang
sudah menguning terjatuh dari selipan halaman. Kucermati dan tertulis sebuah alamat
rumah serta negara tempat rumah itu berada. United Kingdom. Penasaran
kutanyakan pada bapak milik siapa alamat itu karena tulisan tangan alamat itu
berbeda dengan tulisan bapak. Bapak lalu bercerita riwayat alamat pada secarik
bungkus rokok itu. Waktu itu sekitar akhir tahun 1990an bapak muda diajak
kawannya bermain ke Pantai Pangandaran, dan terjadilah pertemuan yang tak
sengaja antara bapak dengan seorang bule bernama Mr. Smith yang berasal dari
London Inggris. Mereka berdua sempat bercerita bersama, dan bapak mengungkapkan
keinginannya untuk mengunjungi negara tempat kelahiran Mr. Smith. Bule itu
merasa tersanjung saat bapak memuji negara tempat tinggalnya dan ingin
berkunjung ke sana. Lalu sebelum mereka berpisah Mr.Smith memberikan alamat
rumahnya pada bapak. Dia berpesan agar bapak mengunjungi rumahnya saat ke Inggris.
Namun sayang mereka tak pernah bertemu lagi dan bapak pun tak sampai
menginjakkan kakinya di Inggris hingga kematian menjemputnya.
Aku
sering meminta bapak bercerita, semacam dongeng pengantar tidur. Selain
cerita-cerita perjalanannya bapak juga dapat menceritakan kisah dari negara
lagi dengan hebat. Masih ku ingat saat bapak menceritakan kisah si Abu Nawas,
Kisah Seribu Satu Malam. Cerita itu memang bagus namun lebih bagus legi bila
bapak yang menceritakannnya. Bapak memang tak pernah mengunjungi Baghdad tapi
mendengarkan bapak bercerita seolah bapak sudah pernah menjamah setiap sudut
kota itu. Sungguh menakjubkan. Perjalanan-perjalanan fantasi yang kulewati melalui
cerita yang keluar dari mulut bapak. Bahkan tokoh Si Kabayan pun dapat
dimodifikasi oleh bapak. Bukan Kabayan beristri Iteung yang kocak. Ada Kabayan
yang alim, pintar, tampan dan kocak tercipta dalam dunia fantasi yang
diciptakan oleh Bapak. Ketika aku bertanya pada bapak, mengapa Kabayannya
berbeda dengan yang pernah ku baca di buku, dengan mudah bapak menjawabnya.
Biar kamu tak bosan dengan Kabayan, buat apa menceritakan yang sudah dibaca
lebih baik menceritkan hal baru yang bisa memotivasi. Hanya dalam dunia fantasi
bapak, Kabayan berjalan- jalan sampai ke Timur Tengah bahkan ke London.
Dalam
kehidupan nyata aku memang jarang sekali berjalan-jalan bersama bapak, namun
kami sering berkelanan bersama di dunia fantasi. Menciptakan imajinasi yang
mengasyikkan bagiku yang saat itu masih SD. Tak perlu membawa peralatan, tak
butuh uang banyak pula. Cukup duduk manis di samping bapak maka akan
terlontarlah dunia fantasi itu. Dunia yang tak dimiliki anak-anak lain. Hanya
milikku dan diciptakan bapak khusus untukku, putri semata wayangnya.
Ya,
meskipun bapak senang melakukan perjalanan dadakan seorang diri dan buta alamat
bukan berarti bapak membebaskanku bertualang di alam bebas. Dulu saat bapak
masih hidup aku sering menganggap bapak terlalu berlebihan mengkhawatirkanku.
Bahkan untuk sekadar bersepeda ke sekolah pun dilarang keras. Jajan ke warung
depan rumah saja bapak selalu mengawasi dari luar gerbang rumah. Seolah akan
terjadi sesuatu hal jika aku tidak diawasinya. Aku yang masih kecil saat itu
sering merasa kesal. Disaat anak-anak seusiaku bebas bersepeda sesuka hati dan
bermain hujan-huajanan sepuas hati menyambut datangnya hujan aku hanya terdiam
dan termenung di balik kaca jendela rumah melihat mereka. Aku juga ingin bebas
melakukan segala hal, bahkan perjalanan mengejutkan seperti yang pernah
dilakukan bapak. Namun komentar bapak hanyalah “bapak tidak ingin kamu sakit
nak, hingga kamu tidak bisa melakukan lebih dari apa yang pernah bapak perbuat
dari perjalanan itu.” Aku yang masih kecil tidak mengerti dan hanya bisa
mencoba duduk manis dan menggerutu dalam hati.
Sekarang
bapak telah meninggalkanku selama-lamanya. Sejak aku duduk di bangku kelas 5
Sekolah Dasar. Dan kini aku baru menyelesaikan 3 tahun masa belajarku di SMA.
Bapak memang tidak berhasil menginjakkan kaki di Inggris, di Bandara Heathrow.
Pemilik alamat rumah di bungkus rokok itupun mungkin sudah meninggalkan dunia
ini juga sama seperti bapak. Dan lelaki sang petualang dan pemberani itu telah
kembali ke sisi Alloh SWT. Tapi tersemat satu janji dan cita-cita di hatiku
untuk pergi ke London Inggris menghirup udaranya, dan mewakili bapak menginjakkan
kaki di sana. Meski sampai kini aku belum tahu kapan momen itu akan tiba dan
menghampiri peruntunganku.
Jasadnya
memang telah menyatu dengan tanah, jiwanya sudah kembali pada yang menciptakan.
Tapi ada yang masih membekas dan terasa. Nasihat dan semangatnya. Kini aku
memang bebas untuk bertualang di alam bebas, menjelajah bersepeda sesuka hati.
Namun nasihat sewaktu kecil dari bapak tetap tersemat di hatiku dan terpatri
indah. Meski aku tak terlalu suka mengenang sosok bapak. Bukan karena bapak tak
baik tapi aku tak ingin berlarut-larut dalam kesedihan. Larut dalam kenangan
yang tak mungkin ku kembalikan. Masa-masa indah yang tinggal angan. Tak akan
pernah kembali lagi. Aku lebih suka mengingat impiannya, karena berkubang dalam
kesedihan tak ada gunanya sama sekali. Bukan yang diinginkan bapak. Aku tak
ingin bapak yang sudah di alam sana tak tenang karena putri semata wayangnya
menangis terus mengenangnya. Berpikir rasional dan menyayangi sosoknya dam
cita-cita yang pernah dia ucapkan lebih rasional.
Terima
kasih bapak telah membuatku berani bermimpi untuk menantang dunia dan
mengarungi kerasnya hidup ini. Ku rengkuh impianmu dan akan kuusahakan cita-citamu yang kini telah menjadi cita-citaku. Kini putri kecilmu telah
menjadi remaja yang siap menjadi petualang selanjutnya. Bapak kamu adalah
penginspirasiku untuk menjadi seorang yang pemberani dan juga tangguh menjalani
hidup.





0 komentar:
Posting Komentar