Setiap hal di dunia ini pasti akan mengalami perubahan. Tak ada
yang statis, hal-hal yang ad di dunia ini akan mengalami kedinamisan. Tak ada
yang sekedar diam. Perubahan itu ada. Walau terkadang kita mengingkarinya,
bukan? Bukan mengingkarinya hanya saja pikiran kita berkata mengapa ini terjadi
begitu cepat? Aku kira bukan sekarang mungkin esok atau lusa sepertinya akan
lebih baik. Sebagian orang berpikir perubahan itu berjalan ke arah yang lebih
baik dan menyenangkan namun dibagian lain ada yang merenungi perubahan dan
dampaknya. Berusaha mengatakan tak akan ada yang berubahan meski terjadi perubahan
dan semua akan baik-baik sja ucap mulut mereka. Namun hatinya tetap
berkata hal itu telah berubah dan berbeda dari dulu.
Ada yang berani berubah dan menginginkan perubahan. Sayangnya
perubahan yang mereka lakukan tak konsisten. Ada pula yang takut untuk berubah.
Sekali lagi bukan takut, namun khawatir perubahan itu menghilangkan sisi-sisi
kehidupannya dan membawa serta kebahagiaan yang ada bersamanya. Siapakah yang
sebenarnya salah? Aku, perubahan, keadaan, kau, mereka, atau bahkan tak ada
satupun yang salah.
*******
Duduk merenungi apa yang telah terjadi selama ini. Cuma terdiam,
bengong dan memandang kelap kelip lampu jalan raya di depan kamar kos. Apa
sikapku selama ini padanya terlalu berlebihan, overprotektif kata
teman-temanku. Ataukah kabar burung tentang perasaan lebih itu telah
disampaikan angin padanya? Hingga dia enggan dekat denganku lagi. Mungkin dia
merasa terkhianati karena kabar burung itu, terkhianati oleh seseorang yang
selama ini sering berada disampingnya dan katanya berusaha mengubah perasaan
yang telah terjalin menjadi tali kasih antara dua insan. Namun, mengapa dia
mempercayai semua hal begitu saja? Jika dia memang mendapat kabar itu. Tapi di
sisi lain, mungkinkah dia setega itu hingga terasa suatu perubahan? Perubahan
yang dirasakan olehku tapi seperti tak ada yang beda menurutnya. Apa sosok lain
lebih berarti bagi dia kini telah ada, maksudku telah ditemukan. Sosok
perempuan manis, cantik, gemulai, lemah lembut dan tak pernah bicara panjang
lebar. Ah, aku memang bukan siapa-siapa bagi dia.
Apa aku harus menjauh dari kehidupannya seolah kita tak pernah
berkenalan? Awalnya kita kan memang tak saling mengenal. Namun dia terlanjur
menjadi bagian hidupku. Orang yang menciptakan sebagian tawa dan lelucon dalam
hidupku, sosok yang menyediakan mata dan telinga untuk sekedar mendengar ocehan
gadis ingusan sepertiku. Manusia yang tetap tertawa meski berkali-kali aku
omeli seenaknya hanya karena sikapnya yang terlalu santai. Dia memang bukan
seorang malaikat dia hanya manusia biasa namun tetap tak biasa di mataku.
Menjauh dari hidupnya bukan hal mudah.
Kedekatan, sapaan akrab yang khusus sepertinya telah disalahartikan
oleh beberapa orang. Termasuk oleh seseorang yang juga mengisi hatiku, namun
berbeda posisi dengannya. Pernah tatapan tak suka dia dapat dari
seseorang itu, bahkan aku sendiri pernah mendapat sindiran "oh rupanya
dia. Memang tampan dan cerdas. Kalau kau mencintainya lebih baik tinggalkan aku
dan kembali padanya." Ucapan yang sukses membuat dia tertawa
terbahak-bahak saat aku muncul dengan wajah mengkerut dan mata mulai memerah.
"Ah sudahlah, kalau dia bilang seperti itu harusnya kau senang. Kalian
belum ada status apapun dan ucapan dia tadi tanda dia juga menyukaimu.
Bicaralah padanya nanti kutemani." ujarnya. Lalu kudatangi seseorang itu,
wajah seseorang itu masih cemberut dan awalnya tak percaya dengan apa yang
kukatakan melihat kedekatan dan cara kami saling menyapa. Aku memang
menyayanginya namun bukan seperti perasaan padamu seseorang! Terima kasih kau
akhirnya mau memahami bahkan bersmaku saat dia 'pergi'.
Minggu-minggu lalu, dua minggu lalu dia menghubungiku. Berbicara
seperti biasa layaknya tak ada perubahan, handphonenya ternyata rusak dan aku
telah salah paham karena menyangkanya sengaja menghilang. Aku merasa bahagia
dia telah kembali, walau entah mengapa aku tetap merasa ada dinding tak tampak
di antara kami berdua kini. Dia bilang untuk menemuinya di stasiun. Malam itu
kuhabiskan dengan berbagai kemungkinan dan susunan cerita yang akan ku
bicarakan padanya setelah sekian lama tak bertemu bukan karena berbeda kota,
kesibukan masing-masing mungkin.
Seminggu setelahnya aku melihat dia. Tapi sepertinya lebih baik
aku tak menemuinya. Telah ada seorang wanita di sana, bersamanya. Bukan
cemburu. Aku tak mau disangka kekasihnya oleh perempuan itu atau orang yang
menyukainya. Mereka terlihat begitu bahagia dan perempuan itu menggandeng
tangannya. Aku pergi tanpa bertemu dengannya. Memilih ikut bahagia dan
menghabiskan sepanjang hari itu dengan seseorang. "Kenapa kau terus bersikap
seolah mengindarinya Ren? Aku tak kan marah lagi jika kamu dekat dengannya. Dia
kan kakakmu hehe." Ujarnya. "Terima kasih Do, kau mau
memahamiku walau sampai sekarang kita masih tanpa status." sahutku
tersenyum sebelum melanjutkan ucapanku.
"Aku takut Do,setelah dia menemukan seorang kekasih dia akan
berubah, melupakanku seolah tak mengenalku lagi. Aku juga sadar diri kok, aku
adik barunya yang datang setelah kmi tumbuh beranjak dewasa. Aku takut Do, dia
mempercayai omongan orang bahwa yang kusukai adalah dia dan aku hanya
memanfaatkanmu. Kamu masih ingtkan Do? Saat kita terakhir kali berkumpul
bersma, kamu bertanya mengapa aku tak mengapa dia ikut serta? Waktu itu aku
melihat dia sedang bersama seorang wanita aku pikir tak mau menganggunya,
daripada nanti ajakan kita diacuhkan." ceritaku panjang lebar pada Aldo
waktu itu.
"Perubahan itu memang ada dan kau harus meyakininya Ren.
Semuanya akan baik-baik saja dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kurangi
egomu sedikit saja. Aku tahu kau merindukannya. Meskipun aku kini bebas
bersamamu tapi aku juga tahu kau memerlukannya juga sosok kakak bagimu. Aku
pernah ngerasain kok, bagaimana sedihnya saat orang yang kuanggap kakak terasa
mengacuhkanku. Jangan ingkari hatimu seorang kakak dan adik itu tak perlu
bertemu sedari rahim. Ada di antara adik dan kakak yang dipertemukan sesudah
dewasa, di antaranya kamu dan dia. Dia kakak yang baik kok aku yakin."
Ujar Aldo. Penuturannya barusan membuatku teperangah seakan aku baru sadar
keegoisanku yang berharap dia yang datang lebih dulu dan ada saat aku sedih.
Kemana aku selama ini, apa di baik-baik saja?
Dua hari setelah pertemuanku dengan Aldo masih tak ada kontak
masuk dari dia, kakakku. Hingga satu pesan masuk ke handphoneku dari Aldo.
"Ren, Repal sakit. Dia demam tinggi. Kalau dia masih bersatus sebagai
kakakmu tengoklah dia bantu aku dan teman-teman menyembuhkannya." Dia sakit dan aku tidak tahu.
Betapa cerobohnya aku sekarang. Setelah menyangka Aldo cemburu, lalu membiarkan
seorang kakak sakit sendirian tanpa kutengok. Aku pergi ke sana bersama Aldo
dan mendapati dia terbaring di tempat tidurnya, tersenyum lemah dan masih
sempat mengajakku bergurau. Rasanya aku ingin memeluknya kalau saja aku tidak
ingat dia sedang demam.
Perlahan kuhampiri dia di sisi tempat tidurnya, "kemana saja
kamu Ren, apa sekarang yang jadi adikku Aldo heh?" tanyanya berhasil
mengunci mulutku. Aku tak sanggup berkata keegoisan itu muali luntur meski
setengahnya. Hatiku masih kesal karen dia pernah mengacuhkanku dan mengajakkku
bertemu saat bersma perempuan lain. "Ah tidak aku kemarin sibuk." Ya
sibuk dengan keegoisanku dan kekhawatiran.
"Sibuk berduaan kali Ren sama Aldo haha." Dia malah
menggodaku.
"Apa sih kak Repal, sudah diam nanti gak sembuh-sembuh." Tepat saat itu seorang perempuan masuk dan langsung menghampiri dia perempuan yang waktu itu aku lihat bersama kak Repal. Buru-buru aku beringsut ke arah Aldo dan memintanya mengantarkanku pulang. Aku beralasan pada Kak Repal, bahwa dosen menyuruhku ke kmpus untuk suatu urusan. Tapi aku tahu Aldo mengetahui yang sebenarnya.
"Apa sih kak Repal, sudah diam nanti gak sembuh-sembuh." Tepat saat itu seorang perempuan masuk dan langsung menghampiri dia perempuan yang waktu itu aku lihat bersama kak Repal. Buru-buru aku beringsut ke arah Aldo dan memintanya mengantarkanku pulang. Aku beralasan pada Kak Repal, bahwa dosen menyuruhku ke kmpus untuk suatu urusan. Tapi aku tahu Aldo mengetahui yang sebenarnya.
"Ren, apa kamu mau hubungan kalian kembali seperti dulu?
Rasanya kok aku kangen lihat duo aneh. Yang selalu tertawa. Kamu yang selalu
mengomelinya setiap kali dia curi-curi pandang tiap lihat perempuan cantik, dan
dia lalu mengejekmu sebagai nona galau."
"Aku juga Do apalagi. Kapan ya kita bisa berkumpul
lagi?"
*******
Hari sudah semakin sore, namun aku masih di kampus. Menyelesaikan
tugas di perpustakaan. Malas membawa daftar tugas yang bertambah untuk dibawa
pulang. Lagian matahari masih bersisa sinarnya. Tinggal membuat bab penutup
maka laporan yang sedang ku ketik ini selesai. Saat hendak mengambil pulpen
pandanganku tertuju pada layar handphone yang sedari tadi ku simpan di tas. 7
panggilan tak terjawab dan 2 pesan masuk. Dari Aldo "Rena, maaf
sepertinya hari ini aku tak bisa mengantarmu ke toko buku. Tenang ada yang
menggantikanku dan aku yang memintanya." Satu
pesan dari Kak Repal Bawel "Kamu di mana Ren? Kakak nunggu di parkiran
kampusmu." Pesan itu hampir 1 jam yang lalu yang aku baru membacanya
barusan. Bergegas aku bereskan semua pernak-pernik tugas pamitan pada penjaga
perpustakaan. Semoga kak Repal masih ada.
Motor vespa berwarna putih tulang yang tak asing lagi. Dan
pengendara berhelm merah. "Naik yuk cepetan aku lapar nih, ah kamu aku
telpon gak diangkat. Udah lupa ya sama kakak sendiri? Atau berharap dijemput
Aldo? Ayo naik cepetan, kita ke angkringan." Aku sempat terpaku untuk
meyakinkan diriku bahwa yang dihadapanku adalah dia, sebelum naik ke motor
vespa kesayangannya.
"Aku tahu kok teman-teman cerita terutama Aldo. Perempuan itu
memang sedang dekat denganku, namun bukan berarti kau harus pergi? Ada hal
dalam hidup yang tak perlu dipilih. Meskipun nanti aku jadi dengannya kau tetap
adikku. Kamu tak akan kehilanganku, aku selalu ada di hatimu. Aku paham kok
sifatmu selama ini semata karena kau tak ingin kehilanganku kan adik kecilku?
Haha maklumlah aku kan kakak tertampan dan terimut di dunia ini." Ujarnya
panjang lebar dan narsis seperti biasa saat sebelum ketakutanku datang.
Ya aku kini percaya perubahan, dan percaya dia tak pergi dia tetap
kakakku. Kakak yang kutemukan setelah dewasa yang konyol namun mendapat tempat
di hatiku.




0 komentar:
Posting Komentar